
Jakarta, 11 November 2022
Tepat sekitar setahun yang lalu, Indonesia khususnya LADI (Lembaga Anti-Doping Indonesia) mendapatkan sanksi dari WADA (World Anti-Doping Organization) melalui suratnya tertanggal 7 Oktober 2021. Keputusan WADA tersebut sangat mengejutkan Indonesia termasuk Presiden Joko Widodo yang menunjukkan keprihatinannya yang sangat mendalam. Keputusan itu apalagi diterima saat PON XX Tahun 2021 sedang berlangsung di Papua, dan lebih mengagetkan lagi ketika pada tanggal 17 Oktober 2021 Tim Bulutangkis Indonesia berhasil meraih kembali Piala Thomas setelah 19 tahun terakhir tidak lagi berada di Indonesia. Usai final mengalahkan Tim Tiongkok di Denmark, harusnya Tim Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia turut bersama merayakan penyerahan Piala Thomas dan dilanjutkan dengan pengibaran Bendera Merah Putih dengan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tetapi pengibaran bendera Merah Putih tersebut gagal karena adanya sanksi WADA. Dalam benak para pemangku kepentingan olahraga di Indonesia saat itu, sudah terbayang kekhawatiran adanya kemungkinan kegagalan Indonesia untuk berencana menjadi tuan rumah sejumlah event olahraga internasional, atau gagal juga untuk mengibarkan bendera Merah Putih jika meraih medali emas di event-event internasional di luar negeri.
Beruntung tanggal 2 Februari 2022 WADA sudah mencabut sanksi tersebut, dan berlanjut dengan pergantian nama LADI menjadi IADO (Indonesia Anti-Doping Organization) melalui peresmian dan sekaligus launching oleh Menpora Zainudin Amali dengan didampingi Ketua Satgas Percepatan Pencabutan Sanksi WADA Raja Sapta Oktohari yang sekaligus Ketua Umum NOC Indonesia dan juga oleh Ketua Umum IADO dr. Musthofa Fauzi. Dalam perkembangan berikutnya, pada tanggal 13 Mei 2022 terjadi pergantian Ketua Umum IADO dari dr. Musthofa Fauzi kepada Gatot S. Dewa Broto. Sejak bulan Mei 2022 terjadi perubahan besar-besaran di lingkungan IADO, mulai dari melanjutkan sejumlah pekerjaan di era sebelumnya, melakukan penataan organisasi melalui AD dan juga lebih khusus ART yang sebelumnya tidak pernah ada, perbaikan komunikasi dengan Pimpinan WADA dan SEARADO (South East Asia Regional Anti-Doping Organization), peningkatan anggaran IADO dari Kemenpora, penyusunan regulasi internal organisasi IADO, percepatan pemenuhan kegiatan edukasi dan doping control yang diperintahkan oleh WADA, dan lain sebagainya.
Meskipun kondisi dan kinerja IADO sudah membaik, bukan berarti IADO sudah aman dari ancaman sanksi dari WADA. Ancaman tetap dapat muncul sewaktu-waktu, tidak hanya bagi NADO (National Anti-Doping Organization) of Indonesia (dalam hal ini IADO), tetapi juga seluruh NADO dan IF (International Sports Federation) dari manapun saja jika dalam monitoring dan evaluasinya WADA dianggap tidak comply dengan World Anti-Doping Code, sebagaimana pernah dialami oleh LADI pada bulan Oktober 2016 s/d. Februari 2017 dan bulan Oktober 2021 s/d. Februari 2022 serta hampir disanksi (namun terselamatkan karena kemudian LADI mematuhi WADA) pada bulan Mei 2021 (bisa dibayangkan jika saat itu sanksi dijatuhkan, maka perolehan medali emas Olimpiade Tokyo oleh Gresya Polii dan Apriani misalnya tidak bisa diiringi pengibaran bendera Merah Putih) dan juga Mei 2022 (bisa dibayangkan jika saat itu sanksi dijatuhkan, maka Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah FIBA Asia dan ASEAN Para Games 2022). Kondisi yang sangat fragile tersebut menuntut IADO untuk setiap hari harus sepenuhnya well prepared dan well organized dalam melakukan pengelolaan managemen anti-doping di Indonesia, karena sekedar informasi, saat LADI terkena sanksi dari WADA pada bulan Oktober 2021 s/d. Februari 2022 ternyata pada saat yang bersamaan hanya ada 2 atlet yang terkena doping di Indonesia dan itu sama sekali bukan sebagai salah satu penyebab jatuhnya sanksi dari WADA. Dengan demikian, adanya sanksi tersebut lebih karena masalah governance atau tata kelola organisasi dan kepatuhan NADO Indonesia dalam memenuhi setiap persyaratan yang diminta oleh WADA dan SEARADO dan dalam berkomunikasi setiap saat.
Belajar dari sanksi masa lalu dan menyadari bahwa kesadaran tentang anti-doping belum sepenuhnya tinggi di Indonesia, maka meskipun IADO terus berinteraksi rutin dengan WADA dan juga pembenahan internal organisasinya secara intensif, tetap dibutuhkan adanya forum nasional yang secara khusus dapat menjadi ajang untuk saling berinteraksi antara IADO, WADA, SEARADO dan para pemangku kepentingan olahraga di Indonesia. Sebagai contoh:
- Masih ada sejumlah pengurus cabang olahraga dan atlet yang kurang menyadari dalam pemanfaatan TUE (Therapeutic Use Exemption) untuk mengatasi masalah atlet yang sedang sakit dan jika salah dalam mengkonsumsi obat, bisa berakibat berpotensi termasuk zat yang dilarang yang terindikasi doping.
- Masih ada sejumlah pengurus cabang olahraga dan atlet yang kurang menyadari penggunaan aplikasi ADAMS (Anti-Doping Administration & Management System) dan up dating mengenai Whereabouts, yaitu alat yang sangat diperlukan yang memungkinkan suatu NADO untuk mengetahui lokasi keberadaan atet setiap saat dan untuk melakukan pengetesan. NADO tersebut kemudian memasukkan data mereka pada masing-masing RTP (Registered Testing Pool) sebagai bagian dari kewenangan tanggung jawab mereka terhadap atlet elit.
- Masih ada sejumlah pengurus cabang olahraga atau event organizer yang kurang peduli untuk memberitahukan kepada IADO tentang perlunya kegiatan edukasi dan doping control yang wajib dilakukan, terutama untuk event nasional dan atau internasional.
- Masih ada sejumlah pengurus cabang olahraga yang mencoba-coba mencari kesempatan untuk lebih memanfaatkan laboratorium lokal (sesuatu yang sangat dilarang IADO dan apalagi WADA dengan alasan harus wajib menggunakan laboratorium anti-doping yang telah diakreditasi WADA) hanya dengan alasan tarif murah dan lebih cepat diketahui.
Forum anti-doping nasional tersebut akan berlangsung pada tanggal 30 November 2022 di Ballroom Hotel Sultan Jakarta. Menurut rencana akan dibuka secara resmi oleh Menpora Zainudin Amali dan dihadiri oleh Perwakilan WADA, Dirjen SEARADO, Ketua Umum KONI, Ketua Umum NOC Indonesia, Ketua Umum NPC Indonesia, Para Pimpinan Cabang Olahraga, Para Pejabat Perwakilan Lembaga Kementerian dan Non Kementerian yang terkait, Para Pimpinan Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga seluruh Indonesia, Perwakilan BUMN dan atau BUMS tertentu yang sering mensponsori sejumlah event olahraga -serta tentu saja sejumlah atlet elit. Akan dihadirkan pula dalam acara tersebut, seorang mantan atlet yang kini sudah menjadi pelatih yang mana yang bersangkutan pernah meraih sejumlah prestasi internasional dan nasional namun kemudian sempat terpuruk terkena doping. Pesan utama yang ingin disampaikannya adalah agar apa yang dia pernah alami tidak sampai dialami oleh para atlet lainnya, karena selain kehilangan penghargaan yang diraih, medali, bonus dan kepercayaan masyarakat. Demikian pula kehadiran WADA dan SEARADO diharapkan akan mengidentifikasi dan mengingatkan para pemangku kepentingan olahraga di Indonesia tentang sejumlah langkah yang masih perlu dilakukan dan diperbaiki oleh IADO. Dengan demikian tujuan utama acara tersebut, yaitu melalui forum tersebut diharapkan untuk dapat mendorong peningkatan kesadaran bersama bahwasanya penanganan anti-doping harus menjadi tanggung-jawab semua pihak: anti-doping tidak hanya harus wajib bagi atlet yang bersangkutan, tetapi juga wajib bagi sejumlah pihak seperti orang-orang di sekitar atlet, para pengurus induk organisasi cabang olahraga, komite olimpiade nasional, komite paralimpik nasional, komite olahraga nasional, lembaga pemerintah maupun swasta yang terkait serta masyarakat itu sendiri. Sehingga forum tersebut ingin mengajak dan menggugah peran seluruh pemangku kepentingan bidang olahraga untuk lebih peduli dalam penanganan anti-doping yang sesuai dengan aturan World Anti-Doping Code untuk kemajuan olahraga di Indonesia.
Jakarta, 11 November 2022
Ketua Umum IADO,
Gatot S. Dewa Broto