
Jakarta, 8 Juli 2025
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Indonesia pada tanggal 8 Juli 20325 telah mengadakan rapat secara virtual dengan sejumlah pihak dalam rangka pengkajian rencana boleh atau tidaknya untuk mencantumkan logo Prohibited Subtance Tested pada pangan tambahan untuk atlet. Rapat tersebut menghadirkan sejumlah pakar ahli gizi dari perguruan tinggi (di antaraya dari IPB dan UGM) dan dari IADO. Maksud dan tujuan diadakannya rapat yang diinisiasi oleh BPOM tersebut cukup bagus, karena di antaranya untuk memperjelas kandungan pangan yang dikonsumsi oleh para atlet apakah itu mengandung zat terlarang doping atau tidak. Selain itu, menurut informasi dari BPOM, memang sejauh ini belum ada regulasi yang mengatur terkait ketentuan pencantuman logo dan keterangan prohibited substance tested. Tetapi, lebih lanjut masih menurut BPOM, produk dengan logo tersebut sudah diizinkan diedarkan di beberapa negara, yaitu di Kamboja, Filipina dan Vietnam.
Dari IADO, langsung dihadiri oleh Ketua Umum IADO Gatot S. Dewa Broto dan juga Dr. Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, S.Gz., RD., MPH, yang kebetulan juga selain seorang dosen dari UGM, juga merupakan Ketua Pengurus Pusat Indonesia Sport Nutritionist Association (PP ISNA) dan salah satu anggota tim ahli pada saat IADO membentuk PRESI (Presenter Edukasi). Dalam paparannya, Dr. Mirza banyak menjelaskan tentang sejumlah prinsip utama peraturan anti-doping, bagaimana suatu zat dapat menjadi terlarang, zat dan metode yang dilarang setiap saat, isu terkini tetang suplemen dan foodborne doping, dan kontrol FDA USDA dalam labeling makanan olahraga. Sedangkan Ketua Umum IADO menjelaskan tentang koridor aturan yang sudah ditetapkan oleh WADA tentang pelabelan, pengalaman kasus-kasus tertentu di Indonesia yang memancing reaksi negatif WADA, tantangan atlet dan para pelatihnya dalam menafsirkan Prohibited List (meskipun sudah ada versi bahasa Indonesia) dan langkah-langkah yang ditawarkan IADO untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada ending-nya, Ketua Umum IADO yang didukung beberapa pakar yang turut berbicara bersikap sangat tegas dengan menyebutkan, bahwa rencana pelabelan tersebut untuk diurungkan dulu, karena akan mudah dan cepat memancing reaksi negatif WADA. Apalagi di Indonesia belum ada laboratorium anti-doping yang diakreditasi WADA. Hanya saja, IADO menawarkan dan mengusulkan kepada BPOM untuk memfasilitasi komunikasi dengan WADA sejauh ada surat permintaan resmi dari BPOM kepada WADA melalui IADO. IADO tidak menjanjikan apakah akan disetujui atau tidak oleh WADA. Tetapi, paling tidak akan diperoleh solusi alternatif dari WADA tentang langkah-langkah yang harus ditempuh sesuai ketentuan World Anti-Doping Code. Sekaligus untuk memperoleh klarifikasi dari WADA mengapa di negara-negara lain sudah ada yang berani mencantumkan logo semacam itu.