Up Date Seleksi Pemilihan PRESI (Presenter Edukasi) Anti-Doping

Terobosan IADO untuk mencetak edukator anti-doping yang lebih profesional. Sumber: IADO.

Jakarta, 18 April 2024

Sebagaimana sudah teragendakan dalam jadwal pelaksanaan seleksi pemilihan PRESI (Presenter Edukasi) Anti-Doping, yang diadakan oleh IADO untuk pertama kalinya dalam sejarah keberadaan LADI (Lembaga Anti-Doping Indonesia yang lahir  tahun 2006 yang kemudian berganti nama menjadi IADO pada bulan Februari 2022), maka proses seleksi baru saja menyelesaikan tahap wawancara terhadap 40 calon secara virtual yang berlangsung secara bertahap dan terpisah pada tanggal 1 s/d. 4 April 2024. Para pewawancara adalah Tim Penyusun PRESI yang terdiri dari sejumlah Guru Besar bidang Keolahragaan, tenaga medis, tenaga pengajar perguruan tinggi lainnya di luar Guru Besar, pakar keolahragaan, Pimpinan IADO dan lain sebagainya. Sedangkan para calon yang diwawancarai ini merupakan hasil seleksi administrasi dari total 278 pendaftar yang menyampaikan permohonan pendaftarannya melalui aplikasi yang sudah disediakan oleh Tim Penyusunan PRESI hingga batas akhir pendaftaran tanggal 11 Maret 2024. Seluruh calon tersebut kemudian diseleksi administrasi berdasarkan seluruh persyaratan dokumen yang telah dikirimkan.
 
Menelusuri dari data para pendaftar PRESI tersebut, sangat beragam asal, latar belakang dan profesinya. Sebagian besar berasal dari Jawa Barat, kemudian disusul dari DKI Jakarta, dari Jawa Tengah, dari keseluruhan Sumatera, dari Jawa Timur, dan dari berbagai daerah lainnya termasuk dari Kalimantan, Banten, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan Maluku. Mereka itu ada yang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi, pelatih cabang olahraga, dokter / tim medis hingga atlet aktif dan mantan atlet. Seandainya terpilih, mereka itu tidak perlu melepaskan profesi keseharian pekerjaan yang telah ditekuninya selama ini dan dapat tetap bertempat tinggal di wilayah asal masing-masing. Hal ini penting untuk diketahui, karena kegiatan PRESI sifatnya hanya insidentil dan tidak dilakukan setiap hari atau tidak juga setiap minggu, dan keberadaan mereka di antaranya adalah untuk mendukung  tenaga edukator yang dimiliki IADO yang faktanya masih sangat minim selama ini. Sebagai perbandingan, IADO saat ini sudah memiliki 49 DCO (Doping Control Officer) dan 10 BCO (Blood Control Officer), yang bertugas untuk mengambil sampel urin maupun darah baik saat ICT (In Competition Testing) maupun OOCT (Out of Competition Testing). Mereka ini dalam kesehariannya, masih berprofesi sebagai dokter, dosen, ASN Pemda, pegawai kantor swasta dan lain sebagainya. Hanya saja, untuk rekruitmen PRESI ini, baik DCO maupun BCO tidak diizinkan untuk mendaftar, karena terkait dengan code of conduct dalam penugasan.
 
Mengingat kegiatan edukasi anti-doping kini menjadi salah satu prioritas WADA dalam beberapa tahun terakhir ini, maka wajar jika IADO juga harus responsif, dengan harapan dan tujuan agar edukasi anti-doping dapat lebih merata. Sebagai konsekuensinya, nanti pada PON Tahun 2024 di Aceh dan Sumatera Utara, tidak lagi semata-mata hanya berupa kegiatan pengambilan sampel (testing), tetapi juga edukasi dan investigasi meskipun yang dominan tetap testing, sehingga ini menjadi pembeda dengan sejumlah penyelenggaraan PON sebelumnya. Anti-doping adalah suatu pembahasan yang jika didalami secara komprehensif, maka penerima manfaat (khususnya atlet dan Personil Pendukung Atlet / ASP)  akan menemukan istilah terkait olahraga bersih (Clean Sport), daftat zat terlarang (Prohibited List), dan untuk menyampaikannya kepada penerima manfaat diperlukan sudut pandang dari seorang atlet / mantan atlet  agar apa yang disampaikan PRESI dapat sepaham dan sejalan dengan apa yang menjadi kekhawatiran atlet tanpa melupakan kewajiban dan tanggung jawab atlet terhadap anti-doping. Demikian pula jika PRESI berasal dari profesi tenaga medis ataupun akademisi, maka seorang dokter dapat menjelaskan zat terlarang dalam Prohibited List, dan bahaya dari kandungan tersebut di masa depan. Demikian pula akademisi di bidang olahraga dapat menjelaskan dengan jelas dan sudah memiliki jam terbang dalam menjelaskan materi kepada mahasiswa. Tim PRESI akan memilih sejumlah kandidat yang akan lolos wawancara, dan mendapatkan pelatihan. Tentunya dalam memilih kandidat, tim akan sangat selektif mengingat edukasi akan disampaikan ke berbagai daerah dan berbagai penerima manfaat dari berbagai kalangan. Calon yang lolos wawancara akan mendapatkan pelatihan sebelum melakukan uji coba memberikan edukasi anti-doping.
 
Rekruitmen profesi PRESI ini memang sangat baru di Indonesia, karena selama ini Direktorat Edukasi IADO hanya ditopang oleh 3 tenaga (1 Direktur dan 2 Staf Direktorat), sementara tanggung-jawab dan kewajibannya sangat banyak, yaitu bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan edukasi anti-doping di seluruh Indonesia baik secara off line maupun on line, dan belum terhitung dengan banyaknya Cabang Olahraga yang juga menghendaki mendapatkan edukasi anti doping dari IADO. Saat ini telah terbit peraturan baru dari OCA (Olympic Council of Asia) dan IOC (International Olympic Committee), yang mewajibkan para atlet yang akan berlaga di Asian Games dan Olimpiade serta sejumlah multi event maupun single event lainnya untuk terlebih dahulu memiliki sertifikat ADEL (Anti-Doping Education and Learning Platform). Tanpa sertifikat resmi diterbitkan oleh WADA (bukan oleh IADO maupun NADO dari masing-masing negara), atlet yang ditunjuk mewakili negara masing-masing tidak diizinkan untuk turut bertanding sejak babak kualifikasi. Makin banyaknya tugas-tugas tersebut, mendorong Direktorat Edukasi IADO untuk membentuk PRESI.
 
Sebagaimana disebutkan di atas, seleksi untuk PRESI ini adalah yang pertama kalinya di Indonesia dan bahkan pertama kalinya di kawasan Asia Tenggara, sehingga WADA sampai memberikan apresiasi khusus kepada IADO atas inisiatif dan keberaniannya untuk melakukan seleksi PRESI. Kesuksesan IADO dalam seleksi dan implementasi PRESI ini akan menjadi pilot projek untuk kawasan Asia Tenggara dan Asia pada umumnya. Itulah sebabnya, karena demikian pentingnya seleksi PRESI ini, persiapan seleksinya dilakukan secara intensif dengan melibatkan sejumlah pakar dan Guru Besar dari beberapa perguruan tinggi. Dan yang lebih penting, tidak ada satupun bentuk campur tangan langsung maupun tidak langsung dari IADO maupun Kementerian Pemuda dan Olahraga agar mengutamakan beberapa calon tertentu, karena IADO memberikan kepercayaan dan kemandirian sepenuhnya kepada Tim Penyusun PRESI untuk memilih para calonnya secara objektif dan transparan. Tim Penyusun PRESI maupun IADO menjamin tidak ada model titipan calon tertentu, karena harus akuntable.

Menyimak dari beberapa proses wawancara yang berlangsung, para calon diminta untuk membuat esai tentang motivasi dan tujuannya untuk ikut PRESI, dan juga diminta untuk paparan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mereka itu juga ditanya pengetahuannya tentang doping, otoritas yang bertanggung jawab dalam penanganan doping baik lingkup dunia, Asia dan juga Indonesia serta sejumlah peraturan anti-doping. Bahkan bagi yang berprofesi atau pernah menjadi atlet, diminta menjelaskan (saat statusnya menjadi atlet) tentang pengalamannya dulu saat diambil sampelnya oleh DCO. Tentu saja mereka ditanyain komitmen dan kesediaannya jika terpilih dan ditugaskan sebagai PRESI, karena sifat penugasan bisa dilakukan sewaktu-waktu meski ada rentang waktu pemberitahuan sebelum penugasan. Dalam sejumlah wawancara tersebut tampak terlihat tingkat kompetensi pengetahuan, pengalaman dan cara berfikir dalam mengatasi persoalan.  Hasil akhir seleksi akan dapat diketahui pada bulan Juni 2024 sesuai jadwal.
 
Jakarta, 18 April 2024
 
Ketua Umum IADO,
Gatot S. Dewa Broto

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top