
Jakarta, 23 Desember 2025
Pada saat berlangsungnya PON 2024 di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, ternyata ada lebih dari 12 atlet yang diduga terindikasi melakukan pelanggaran terhadap peraturan anti-doping. Banyaknya jumlah atlet yang terindikasi doping tersebut tentu saja bukan berita baik bagi upaya IADO untuk mendorong agar para atlet dan tim pendukungnya harus makin patuh pada aturan anti-doping yang diatur oleh WADA, sehingga besar kemungkinan akan menjadi PON yang paling tinggi tingkat pelanggaran dopingnya dibandingkan pada beberapa penyelenggaraan PON sebelumnya. Sebagai Testing Authority, IADO telah dan masih terus berusaha menyelesaikan kewajibannya melalui Komite RM IADO.
IADO dan sejumlah atlet yang terkena atau terindikasi doping tentu saja sangat berharap agar proses hearing dan penetapan dapat dituntaskan secepat mungkin supaya ada kepastian ada atau tidaknya kesalahan dan atau berapa lama sanksi itu akan dijatuhkan. Yang menjadi masalah, Komite RM IADO tidak bisa secara sepihak menyelesaikan setiaip kasus tanpa memperhatian aturan yang tersebut dalam World Anti-Doping Code dan International Standard for Results Management yang diatur oleh WADA. Oleh karenanya, ketika pada tanggal 23 Desember 2025 ada seorang atlet dari suatu cabang olahraga tertentu yang telah diindikasikan terkena doping namun telah mengajukan banding sejak bulan Juli 2025, IADO merasa berkepentingan untuk membantu memfasilitasi melakukan koodinasi dengan BAKI dan sekaligus mengingatkan BAKI agar kasus tersebut dapat segera ditangani. Bagi BAKI, hal tersebut akan menjadi kasus doping pertama yang akan ditanganinya sejak BAKI telah disepakati pada tanggal 19 Oktober 2024 menjadi satu-satunya badan arbitrasi keolahragaan di Indonesia.