Jakarta, 28 Februari 2023.
IADO kedatangan tamu sejumlah pejabat tinggi dari Labkesda (Laboratorium Kesehatan Daerah) DKI yang dipimpin langsung kepalanya dr. Budi Wibowo pada tanggal 28 Februari 2023. Tujuan kunjungan dan pertemuan dengan IADO tersebut untuk menyamakan persepsi mengenai bagaimana caranya kemungkinan membangun suatu laboratorium anti-doping yang diakreditasi WADA di Jakarta. IADO sepenuhnya menghargai kunjungan tersebut, karena memungkinan mereka untuk memperoleh informasi yang lengkap dari IADO tentang apa yang harus pemerintah penuhi untuk membangun suatu laboratorium anti-doping sesuai aturan World Anti-Doping Code dan Standar Internasional untuk Laboratorium. Pada awal pengantarnya, Ketua Umum IADO yang didampingi para pejabat tingginya menjelaskan mengapa Pemerintah RI dan IADO belum berminat dan belum memfixkan untuk membangun suatu laboratorium anti-doping. Sesungguhnya pengin sih untuk membangunnya. Akan tetapi atas dasar persyaratan yang sangat ketat yang diatur pada Standard Internasional tentang Laboratorium, sehingga rencana seperti itu belum menjadi prioritas dalam waktu dekat ini. Sebagai contoh, Pasal 4.1.3 yang mengatur tentang Ketentuan Surat Dukungan disebutkan antara lain: ……Surat dukungan seperti itu harus menunjukkan adanya suatu komitmen Laboratorium terkait yang harus mampu minimun melakukan analisa terhadap 3.000 Sampel per tahun mulai tahun kedua setelah memperoleh akreditasi dari WADA……Sebagai data komparasi, IADO telah hanya mengumpulkan sampel hingga 548 di tahun 2022, sehingga harus ada tambahan hingga sekitar 2.452 yang mungkin kebanyakan diperoleh dari negara-negara sekitarnya, sementara pada sisi lain faktanya telah ada beberapa laboratorium anti-doping yang diskreditasi WADA yang secara geografis tidak jauh letaknya dari Indonesia seperti Bangkok, Sydney, Tokyo, Seoul dan Doha. Sanksi yang dikenakan WADA pada bulan Maret 2009 terhadap lanorayorium anti-doping di Ankara dan Penang memberikan pelajaran yang berharga bahwasanya harus ada kajian komprehensif dan konsultasi yang intensif dengan WADA sebelum merencanakan pembangunan suatu laboratorum anti-doping di Indonesia.
Setelah pembicaraan panjang dan sangat bermanfaat, IADO dan para tamunya dari kantor Labkesda DKI memiliki pandangan yang sama, bahwasanya harus ada kajian yang hati-hati, lengkap dan tepat serta koordinasi yang bagus dengan para pemangku kepentingan seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, KONI, NOC Indonesia, NPC Indonesia dan seluruh Induk Organisasi Cabang Olahraga, karena kementerian tersebut dan sejumlah organisasi olahraganya dapat mengidentifikasi berapa banyak event per tahun yang dapat diselenggarakan di Indonesia maupun yang dapat diikuti oleh para atlet Indonesia di luar negeri. IADO juga mengingatkan beberapa point kritis bahwa berapapun jumlah event olahraga yang diadakan oleh pihak manapun di Indonesia tidak menjamin bahwa akan ada cukup jumlah sampel hingga lebih dari 3.000 yang dapat diambil. Ini karena terkait dengan persyaratan prestasi atlet-atletnya paling tidak yang berprestasi minimal di tingkat kejuaraan Asia. Lebih lanjut sesndainya Indonesia ingin mempromosikan laboratoriumnya ke negara-negara sekitarnya, ini tidak akan mudah karena mereka mungkin lebih memilih pada laboratorium-laboratorium anti-doping yang sudah ada. Jadi kesimpulannya, IADO mendukung, tetapi harus mematuhi sejumlah aturan WADA secara ketat dan konsisten.